QUNUT SUBUH KEDUDUKAN HADIS DAN
HURAIAN
Di Sediakan Oleh: Abu Faiz Abdul Rahman
Pertanyaan :
Salah satu masalah kontroversial di tengah masyarakat adalah
qunut Subuh. Sebagian menganggapnya sebagai amalan sunnah, sebahagian lain
menganggapnya pekerjaan bid’ah. Bagaimanakah hukum qunut Shubuh sebenarnya ?
Jawab :
Dalam masalah ibadah, menetapkan suatu amalan bahawa itu
adalah disyariatkan (wajib maupun sunnah) terbatas pada adanya dalil dari
AlQur’an maupun As-sunnah yang sohih menjelaskannya. Kalau tidak ada dalil yang
benar maka hal itu tergolong membuat perkara baru dalam agama (bid’ah), yang
terlarang dalam syariat Islam sebagaimana dalam hadits Aisyah riwayat
Bukhary-Muslim :
)) :ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﻋَﻤَﻼً ﻟَﻴْﺲَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ .وَ ﻓِﻲْ رِوَاﻳَﺔِ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ٌّ ﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَا ﻣَﺎ
ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ رَد َ ﻓِﻲْ أ َﺣْﺪَثَ ﻣَﻦْ أ ﻣُﺮُﻧَﺎ ﻓَﻬُﻮَ رَد َأ
“Siapa yang yang mengadakan hal baru dalam perkara kami ini
(dalam Agama-pent.) apa yang sebenarnya bukan dari perkara maka hal itu adalah
tertolak”. Dan dalam riwayat Muslim : “Siapa yang berbuat satu amalan yang
tidak di atas perkara kami maka ia (amalan) adalah tertolak”. Dan ini hendaknya
dijadikan sebagai kaedah pokok oleh setiap muslim dalam menilai suatu perkara
yang disandarkan kepada agama.
Setelah mengetahui hal ini, kami akan berusaha menguraikan
pendapatpendapat ulama dalam masalah ini.
Uraian Pendapat Para Ulama Ada tiga pendapat dikalangan para
ulama, tentang disyariatkan atau tidaknya qunut Subuh.
Pendapat pertama :
Qunut subuh disunnahkan secara
terus-menerus, ini adalah pendapat Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih
dan Imam Syafi’iy.
Pendapat kedua :
Qunut subuh tidak disyariatkan karena qunut
itu sudah mansukh (terhapus hukumnya). Ini pendapat Abu Hanifah, Sufyan
Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
Pendapat ketiga :
Qunut pada solat
subuh tidaklah disyariatkan kecuali pada qunut nazilah maka boleh dilakukan
pada solat shubuh dan pada solat-solat lainnya. Ini adalah pendapat Imam
Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy dan ahli fiqh dari para
ulama ahlul hadits.
Dalil Pendapat Pertama
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
Dalil yang paling kuat yang dipakai oleh para ulama yang menganggap qunut subuh itu sunnah adalah hadits berikut ini :
ﻣَﺎ زَالَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲْ
ﺻَﻼَةِ اﻟْﻐَﺪَاةِ ﺣَﺘﻰ ﻓَﺎرَقَ اﻟﺪﻧْﻴَﺎ “Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wa alihi wa sallam qunut pada solat Subuh sampai beliau meninggalkan dunia”.
Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162,
Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul
Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab AlArba’in sebagaimana dalam
Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy
dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39,
Al-Maqdasy dalam AlMukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq
no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady
dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab AlQunut
sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
Semuanya dari jalan Abu Ja’far Ar-Rozy dari Ar-Robi’ bin Anas
dari Anas bin Malik. Hadits ini dishohihkan oleh Muhammad bin ‘Ali Al-Balkhy
dan AlHakim sebagaimana dalam Khulashotul Badrul Munir 1/127 dan disetujui pula
oleh Imam Al-Baihaqy. Namun Imam Ibnu Turkumany dalam Al-Jauhar An-Naqy berkata
: “Bagaimana bisa sanadnya menjadi sohih sedang rawi yang meriwayatkannya dari
Ar-Robi’ bin Anas adalah Abu Ja’far ‘Isa bin Mahan Ar-Rozy mutakallamun fihi
(dikritik)”.
Berkata Ibnu Hambal dan AnNasa`i : “Laysa bil qowy (bukan orang
yang kuat)”. Berkata Abu Zur’ah : “Yahimu katsiran (Banyak salahnya)”. Berkata
Al-Fallas : “Sayyi`ul hifzh (Jelek hafalannya)”. Dan berkata Ibnu Hibban : “Dia
bercerita dari rowi-rowi yang masyhur hal-hal yang mungkar”.”Dan Ibnul Qoyyim
dalam Zadul Ma’ad jilid I hal.276 setelah menukil suatu keterangan dari gurunya
Ibnu Taimiyah tentang salah satu bentuk hadits mungkar yang diriwayatkan oleh
Abu Ja’far Ar-Rozy, beliau berkata : “Dan yang dimaksudkan bahwa Abu Ja’far
Ar-Rozy adalah orang yang memiliki hadits-hadits yang mungkar, sama sekali
tidak dipakai berhujjah oleh seorang pun dari para ahli hadits periwayatan
haditsnya yang ia bersendirian dengannya”.
Dan bagi siapa yang membaca keterangan para ulama tentang Abu
Ja’far Ar-Rozy ini, ia akan melihat bahwa kritikan terhadap Abu Ja’far ini
adalah Jarh mufassar (Kritikan yang jelas menerangkan sebab lemahnya seorang
rawi). Maka apa yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam Taqrib-Tahdzib sudah
sangat tepat. Beliau berkata : “Shoduqun sayi`ul hifzh khususon ‘anil Mughiroh (Jujur
tapi jelek hafalannya, terlebih lagi riwayatnya dari Mughirah).
Maka Abu Ja’far ini lemah haditsnya dan hadits qunut subuh
yang ia riwayatkan ini adalah hadits yang lemah bahkan hadits yang mungkar.
Dihukuminya hadits ini sebagai hadits yang mungkar karena 2
sebab :
Satu : Makna yang ditunjukkan oleh hadits ini bertentangan
dengan hadits shohih yang menunjukkan bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi
wa sallam tidak melakukan quant kecuali qunut nazilah, sebagaimana dalam hadits
Anas bin Malik:
وْ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﻮْمٍ َ ذَا دَﻋَﺎ ﻟِﻘَﻮْمٍ أ ِ ﻻ إ ِ ن اﻟﻨﺒِﻲ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻛَﺎنَ ﻻَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ
إ َأ “Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam tidak melakukan
qunut kecuali bila beliau berdo’a untuk (kebaikan) suatu kaum atau berdo’a
(kejelekan atas suatu kaum)”. Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/314 no. 620 dan
dan Ibnul Jauzi dalam At-Tahqiq 1/460 dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Ash-Shahihah no. 639.
Kedua : Adanya perbedaan lafaz dalam riwayat Abu Ja’far
Ar-Rozy ini sehingga menyebabkan adanya perbedaan dalam memetik hukum dari
perbedaan lafazh tersebut dan menunjukkan lemahnya dan tidak tetapnya ia dalam
periwayatan. Kadang ia meriwayatkan dengan lafaz yang disebut di atas dan
kadang meriwayatkan dengan lafaz :
ن اﻟﻨﺒِﻲ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻗَﻨَﺖَ ﻓٍﻲ اﻟْﻔَﺠْﺮِ
َأ “Sesungguhnya Nabi shollahu ‘alahi wa alihi wa sallam qunut pada shalat
Subuh”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushonnaf 2/104 no.7003 (cet. Darut Taj) dan disebutkan pula oleh imam Al
Maqdasy dalam Al Mukhtarah 6/129.
Kemudian sebagian para ‘ulama syafi’iyah menyebutkan bahwa
hadits ini mempunyai beberapa jalan-jalan lain yang menguatkannya, maka mari
kita melihat jalan-jalan tersebut :
Jalan Pertama : Dari jalan Al-Hasan Al-Bashry dari Anas bin
Malik, beliau berkata :
ﺣْﺴِﺒُﻪُ وَرَاﺑِﻊٌ ﺣَﺘﻰ ﻓَﺎرَﻗْﺘُﻬُﻢْ َ ﺑُﻮْ ﺑَﻜْﺮٍ وَﻋُﻤْﺮَ وَﻋُﺜْﻤَﺎنَ
وَأ َ ﻗَﻨَﺖَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ
وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ وَأ “Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa alihi wa Sallam, Abu
Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai saya
berpisah denga mereka”.
Hadits ini diriwayatkan dari Al Hasan oleh dua orang rawi :
Pertama : ‘Amru bin ‘Ubaid. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy
dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/243, Ad-Daraquthny 2/40, Al Baihaqy 2/202, Al
Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya Ibnul Jauzy meriwayatkannya dalam
AtTahqiq no.693 dan Adz-Dzahaby dalam Tadzkiroh Al Huffazh 2/494. Dan ‘Amru bin
‘Ubaid ini adalah gembong kelompok sesat Mu’tazilah dan dalam periwayatan
hadits ia dianggap sebagai rawi yang matrukul hadits (ditinggalkan haditsnya).
Kedua : Isma’il bin Muslim Al Makky, dikeluarkan oleh
Ad-Daraquthny dan Al Baihaqy. Dan Isma’il ini dianggap matrukul hadits oleh
banyak orang imam. Baca : Tahdzibut Tahdzib.
Catatan :
Berkata Al Hasan bin Sufyan dalam Musnadnya : Menceritakan
kepada kami Ja’far bin Mihron, (ia berkata) menceritakan kepada kami ‘Abdul
Warits bin Sa’id, (ia berkata) menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari
Anas beliau berkata :
ﺻَﻠﻴْﺖُ ﻣَﻊَ رَﺳُﻮْلِ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﺰَلْ
ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲْ ﺻَﻼَةِ اﻟْﻐَﺪَاةِ ﺣَﺘﻰ ﻓَﺎرَﻗْﺘُﻪُ “Saya sholat bersama
Rasulullah Shillalah ‘alaihi wa alihi wa Sallam maka beliau terus-menerus qunut
pada sholat Subuh sampai saya berpisah dengan beliau”.
Riwayat ini merupakan kekeliruan dari Ja’far bin Mihron
sebagaimana yang dikatakan oleh imam Adz-Dzahaby dalam Mizanul I’tidal 1/418.
Karena ‘Abdul Warits tidak meriwayatkan dari Auf tapi dari ‘Amru bin ‘Ubeid
sebagaiman dalam riwayat Abu ‘Umar Al Haudhy dan Abu Ma’mar – dan beliau ini
adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari ‘Abdul Warits-.
Jalan kedua : Dari jalan Khalid bin Da’laj dari Qotadah dari
Anas bin Malik :
ﺻَﻠﻴْﺖُ ﺧَﻠْﻒَ رَﺳُﻮْلِ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ وَﺧَﻠْﻒَ ﻋُﻤَﺮَ
ﻓَﻘَﻨَﺖَ وَﺧَﻠْﻒَ ﻋُﺜْﻤَﺎنَ ﻓَﻘَﻨَﺖَ
“Saya sholat di belakang Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa sallam lalu beliau qunut, dan dibelakang ‘umar lalu beliau qunut dan
di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut”.
Dikeluarkan oleh Al Baihaqy 2/202 dan Ibnu Syahin dalam
Nasikhul Hadits wa Mansukhih no.219. Hadits di atas disebutkan oleh Al Baihaqy sebagai
pendukung untuk hadits Abu Ja’far Ar-Rozy tapi Ibnu Turkumany dalam Al Jauhar
An Naqy menyalahkan hal tersebut, beliau berkata : “Butuh dilihat keadaan
Khalid apakah bisa dipakai sebagai syahid (pendukung) atau tidak, karena Ibnu
Hambal, Ibnu Ma’in dan Ad-Daruquthny melemahkannya dan Ibnu Ma’in berkata di
(kesempatan lain) : laisa bi syay`in (tidak dianggap) dan An-Nasa`i berkata :
laisa bi tsiqoh (bukan tsiqoh).
Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam AlMizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Dan tidak seorangpun dari pengarang Kutubus Sittah yang mengeluarkan haditsnya. Dan dalam AlMizan, Ad Daraquthny mengkategorikannya dalam rowi-rowi yang matruk.
Kemudian yang aneh, di dalam hadits Anas yang lalu,
perkataannya “Terus menerus beliau qunut pada shallot Subuh hingga beliau
meninggalkan dunia”, itu tidak terdapat dalam hadits Khalid. Yang ada hanyalah
“beliau (nabi) ‘alaihis Salam qunut”, dan ini adalah perkara yang ma’ruf
(dikenal). Dan yang aneh hanyalah terus-menerus melakukannya sampai meninggal
dunia. Maka di atas anggapan dia cocok sebagai pendukung, bagaimana haditsnya
bisa dijadikan sebagai syahid (pendukung)”.
Jalan ketiga : Dari jalan Ahmad bin Muhammad dari Dinar bin
‘Abdillah dari Anas bin Malik :
ﻣَﺎ زَالَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲْ
ﺻَﻼَةِ اﻟْﺼُﺒْﺢِ ﺣَﺘﻰ ﻣَﺎتَ “Terus-menerus Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa
alihi wa Sallam qunut pada sholat Subuh sampai beliau meninggal”. Dikeluarkan
oleh Al Khatib dalam Al Qunut dan dari jalannya, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq
no. 695.
Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar dengan nama Ghulam
Khalil adalah salah seorang pemalsu hadits yang terkenal. Dan Dinar bin
‘Abdillah, kata Ibnu ‘Ady : “Mungkarul hadits (Mungkar haditsnya)”. Dan berkata
Ibnu Hibban : “Ia meriwayatkan dari Anas bin Malik perkara-perkara palsu, tidak
halal dia disebut di dalam kitab kecuali untuk mencelanya”.
Kesimpulan pendapat pertama:
Jelaslah dari uraian diatas bahwa seluruh dalil-dalil yang
dipakai oleh pendapat pertama adalah hadits yang lemah dan tidak bisa
dikuatkan.
Kemudian anggaplah dalil mereka itu sohih bisa dipakai
berhujjah, juga tidak bisa dijadikan dalil akan disunnahkannya qunut subuh
secara terus menerus, sebab qunut itu secara bahasa mempunyai banyak pengertian.
Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dari Al-Iraqi dan Ibnul Arabi.
1 Doa
2 Khusyu’
3 Ibadah
4 Taat
5 Menjalankan ketaatan.
6 Penetapan ibadah kepada Allah
7 Diam
8 Shalat
9 Berdiri
10 Lamanya berdiri
11 Terus menerus dalam ketaatan
Dan ada makna-makna yang lain yang dapat dilihat dalam Tafsir
Al-Qurthubi 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan
lain-lain.
Maka jelaslah lemahnya dalil orang yang menganggap qunut
subuh terus menerus itu sunnah.
Dalil Pendapat Kedua
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu
Hurairah riwayat Bukhary-Muslim :
ﻛَﺎنَ رَﺳُﻮْلُ ﷲِ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻳَﻘُﻮْلُ ﺣِﻴْﻦَ
ﻳَﻔْﺮَغُ ﻣِﻦْ ﺻَﻼَةِ اﻟﻔَﺠْﺮِ ﻣِﻦَ اﻟْﻘِﺮَاءَةِ وَﻳُﻜَﺒﺮُ اَﻟْﻮَﻟِﻴْﺪَ ﺑْﻦَ اﻟْﻮَﻟِﻴْﺪِ
ِ ﻧْﺞَ ﺳَﻤِﻊَ ﷲُ ﻟِﻤَﻦْ ﺣَﻤِﺪَهُ
رَﺑﻨَﺎ وَﻟَﻚَ اﻟْﺤَﻤْﺪُ ﺛُﻢ ﻳَﻘُﻮْلُ وَﻫُﻮَ ﻗَﺎﺋِﻢٌ اَﻟﻠﻬُﻢ أ ُ ﺳَﻪ ْ وَﻳَﺮْﻓَﻊُ
رَأ رَﺑِﻴْﻌَﺔَ وَاﻟْﻤُﺴْﺘَﻀْﻌَﻔِﻴْﻦَ ﻣِﻦَ اﻟْﻤُُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ اَﻟﻠﻬُﻢ اﺷْﺪُدْ وَﻃْﺄَﺗَﻚَ
ﻋَﻠَﻰ ْ ﺑِﻲَ وَﺳَﻠَﻤَﺔَ ﺑْﻦَ ﻫِﺸَﺎمٍ وَﻋَﻴﺎشَ ﺑْﻦَ أ ﻣُﻀَﺮَ وَاﺟْﻌَﻠْﻬَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ
ﻛَﺴِﻨِﻲْ ﻳُﻮْﺳُﻒَ اَﻟﻠﻬُﻢ اﻟْﻌَﻦْ ﻟِﺤْﻴَﺎنَ وَرِﻋْﻼً وَذَﻛْﻮَانَ وَﻋُﺼَﻴﺔَ ﻋَﺼَﺖِ
ﷲَ وَرَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻳُﻌَﺬﺑَﻬُﻢْ ﻓَﺈِﻧﻬُﻢْ ْوَ
ﻳَﺘُﻮْبَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ أ ْوَ ﺷَﻲْءٌ أ ِﻣْﺮَ
)) :ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻚَ ﻣِﻦَ اﻷ َ ﻧْﺰَل َ ﺗَﺮَكَ ذَﻟِﻚَ ﻟَﻤﺎ أ ُ ﻧَﻪَ ﺛُﻢ ﺑَﻠَﻐَﻨَﺎ
أ )) ﻇَﺎﻟِﻤُﻮْنَ
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam
ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan
kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu
liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri.
“Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin
Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah
pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun
(kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi
Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau
meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu
dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab
mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”.
(HSR.Bukhary-Muslim)
Berdalilkan dengan hadits ini menganggap mansukh-nya qunut
adalah pendalilan yang lemah kerana dua hal :
Pertama : ayat tersebut tidaklah menunjukkan
mansukh-nya qunut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Qurthuby dalam
tafsirnya, sebab ayat tersebut hanyalah menunjukkan peringatan dari Allah bahwa
segala perkara itu kembali kepada-Nya. Dialah yang menentukannya dan
hanya Dialah yang mengetahui perkara yang ghoib.
Kedua : Diriwayatkan oleh Bukhary – Muslim dari Abu Hurairah, beliau berkata :
ﻫُﺮَﻳْﺮَةَ ﻳَﻘْﻨُﺖُ ﻓِﻲ ْ ﺑُﻮَ ﻓَﻜَﺎنَ أ ﺻَﻠﻰ ﷲُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ وَآﻟِﻪِ وَﺳَﻠﻢَ ﻗْﺮَﺑَﻦ
ﺑِﻜُﻢْ ﺻَﻼَةَ رَﺳُﻮْلِ ﷲِ َ َ وَﷲِ ﻷ .اﻟﻈﻬْﺮِ وَاﻟْﻌِﺸَﺎءِ
اْﻵﺧِﺮَةِ وَﺻَﻼَةِ اﻟْﺼُﺒْﺢِ وَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴْﻦَ وَﻳَﻠْﻌَﻦُ اﻟْﻜُﻔﺎرَ
Dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu beliau berkata : “Demi
Allah, sungguh saya akan mendekatkan untuk kalian cara shalat Rasulullah
shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam. Maka Abu Hurairah melakukan qunut pada
shalat Dhuhur, Isya’ dan Shubuh. Beliau mendoakan kebaikan untuk kaum mukminin
dan memintakan laknat untuk orang-orang kafir”.
Ini menunjukkan bahwa qunut nazilah belum mansukh. Andaikata
qunut nazilah telah mansukh tentunya Abu Hurairah tidak akan mencontohkan cara
sholat Nabi shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dengan qunut nazilah.
Dalil Pendapat Ketiga
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
Satu : Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i
ﺑَﻜْﺮٍ وَﻋُﻤَﺮَ ْ ﺑِﻲَ
ﺻَﻠﻴْﺖَ ﺧَﻠْﻒَ رَﺳُﻮْلُ ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وآﻟﻪ وﺳﻠﻢ وَأ َ ﻧﻚِ إِ ﺑَﺖَ ﻳَﺎ أ “ : ْ ﺑِﻲَ ﻗُﻠْﺖُ ﻷ :
ﻓَﻘَﺎلَ ” وَﻋُﺜْﻤَﺎنَ وَﻋَﻠِﻲَ رَﺿِﻲَ ﷲ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻫَﻬُﻨَﺎ وَﺑِﺎﻟْﻜُﻮْﻓَﺔِ ﺧَﻤْﺲَ
ﺳِﻨِﻴْﻦَ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮْا ﺑَﻘْﻨُﺘُﻮْنَ ﻓﻲِ اﻟﻔَﺠْﺮِ يْ ﺑَﻨِﻲْ ﻣُﺤْﺪَثٌ َأ“”.
“Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau solat
di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang
Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah
selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia
menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru
(bid’ah)”.
Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, AthThoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan AlMizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam
Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, AthThoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan AlMizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam
Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih
Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.
Dua : Hadits Ibnu ‘Umar
ﻗَﺎلَ ,” آﻟﻜِﺒَﺮُ ﻳَﻤْﻨَﻌُﻚَ “ : ﻓَﻘُﻠْﺖُ .” ﺻَﻠﻴْﺖُ ﻣَﻊَ اِﺑْﻦِ
ﻋُﻤَﺮَ ﺻَﻼَةَ اﻟﺼﺒْﺢِ ﻓَﻠَﻢْ ﻳَﻘْﻨُﺖْ “ :
ﻣِﺠْﻠَﺰِ ﻗَﺎلَ ْ ﺑِﻲَ ﻋَﻦْ أ ﺻْﺤَﺎﺑِﻲْ َ ﺣَﺪٍ ﻣِﻦْ أ َ ﺣْﻔَﻈُﻪُ ﻋَﻦْ أ َ
ﻣَﺎ أ “ :”.
“ Dari Abu Mijlaz beliau berkata : saya solat bersama Ibnu
‘Umar solat subuh lalu beliau tidak qunut. Maka saya berkata : apakah lanjut
usia yang menahanmu (tidak melakukannya). Beliau berkata : saya tidak menghafal
hal tersebut dari para shahabatku”. Dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 1\246,
AlBaihaqy 2\213 dan Ath-Thabarany sebagaimana dalam Majma’ Az-Zawa’id 2\137 dan
Al-Haitsamy berkata :”rawi-rawinya tsiqoh”.
Ketiga : tidak ada dalil yang sohih menunjukkan
disyari’atkannya mengkhususkan qunut pada solat shubuh secara terus-menerus.
Keempat : Qunut subuh secara terus-menerus tidak
dikenal dikalangan para shahabat sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Umar diatas,
bahkan syaikul islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa berkata : “dan
demikian pula selain Ibnu ‘Umar dari para shahabat, mereka menghitung hal
tersebut dari perkara-perkara baru yang bid’ah”.
Kelima : nukilan-nukilan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannya qunut subuh dari beberapa orang shahabat bahwa mereka melakukan qunut, nukilan-nukilan tersebut terbagi dua :
1) Ada yang sohih tapi tidak ada
pendalilan dari nukilan-nukilan tersebut.
2) Sangat jelas menunjukkan mereka
melakukan qunut subuh tapi nukilan tersebut adalah lemah tidak bisa dipakai
berhujjah.
Keenam : setelah mengetahui apa yang disebutkan diatas maka
sangatlah mustahil
mengatakan bahwa disyari’atkannya qunut shubuh secara
terusmenerus dengan membaca do’a qunut “Allahummahdinaa fi man hadait…….sampai
akhir do’a kemudian diaminkan oleh para ma’mum, andaikan hal tersebut dilakukan
secara terus menerus tentunya akan dinukil oleh para shahabat dengan nukilan
yang pasti dan sangat banyak sebagaimana halnya masalah solat karena ini
adalah ibadah yang kalau dilakukan secara terus menerus maka akan dinukil oleh
banyak para shahabat. Tapi kenyataannya hanya dinukil dalam hadits yang lemah.
Demikian keterangan Imam Ibnul qoyyim Al-Jauziyah dalam Zadul
Ma’ad.
Kesimpulan:
Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehingga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut subuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.
Jelaslah dari uraian di atas lemahnya dua pendapat pertama dan kuatnya dalil pendapat ketiga sehingga memberikan kesimpulan pasti bahwa qunut subuh secara terus-menerus selain qunut nazilah adalah bid’ah tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Wallahu a’lam.
Silahkan lihat permasalahan ini dalam Tafsir Al Qurthuby
4/200-201, Al Mughny 2/575-576, Al-Inshof 2/173, Syarh Ma’any Al-Atsar
1/241-254, Al-Ifshoh 1/323, Al-Majmu’ 3/483-485, Hasyiyah Ar-Raud Al Murbi’ :
2/197-198, Nailul Author 2/155-158 (Cet. Darul Kalim Ath Thoyyib), Majmu’ Al
Fatawa 22/104-111 dan Zadul Ma’ad 1/271-285.
Kesimpulan Mengenai Qunut:
Ada pun majoriti masyarakat kita bermazhab Syafie, majoriti melakukan Qunut Subuh adapun kalau kita solat di Masjid India dimana2 tempat di Malaysia yang semuanya bermazhab Hanafi mereka tidak melakukan Qunut ketika Solat Subuh berjemaah atau perseorangan. Dan ada juga disebahagian tempat di Malaysia di masjid dan surau tidak melakukan Qunut diwaktu Subuh.
Kesimpulan Mengenai Qunut:
Ada pun majoriti masyarakat kita bermazhab Syafie, majoriti melakukan Qunut Subuh adapun kalau kita solat di Masjid India dimana2 tempat di Malaysia yang semuanya bermazhab Hanafi mereka tidak melakukan Qunut ketika Solat Subuh berjemaah atau perseorangan. Dan ada juga disebahagian tempat di Malaysia di masjid dan surau tidak melakukan Qunut diwaktu Subuh.
Permasalahan doa Qunut subuh ini sudah dibahaskan oleh
kebanyakan ulama hadith dan feqah kesimpulannya buat pun Sunnah tapi
meninggalkannya lebih dekat kepada sunnah. Tapi yang menjadi bid'ahnya ialah
apabila menganggap ianya wajib dibaca setiap solat subuh walhal nabi dan para
sahabat tidak pernah menetapkan doa qunut dalam solat subuh.
Selian itu para ulama juga menyatakan bid’ahnya Qunut subuh
yang dilakukan secara terus menerus dengan hadith :
Dari Sa’ad Bin Abi Tariq Al Asjai r.a dia berkata, saya bertanya pada ayahku “Wahai ayah sesungguhnya engkau telah solat di belakang Rasulullah s.a.w Abu Bakar, Omar, Usman, dan Ali apakah ,mereka melakukan Qunut di solat subuh?’ Ayah nya berkata, "Muhdath"(Bid'ah) wahai anakku itu perkara yang diada-adakan”. (Shahih Sunan Tirmizi 330)
Dari Sa’ad Bin Abi Tariq Al Asjai r.a dia berkata, saya bertanya pada ayahku “Wahai ayah sesungguhnya engkau telah solat di belakang Rasulullah s.a.w Abu Bakar, Omar, Usman, dan Ali apakah ,mereka melakukan Qunut di solat subuh?’ Ayah nya berkata, "Muhdath"(Bid'ah) wahai anakku itu perkara yang diada-adakan”. (Shahih Sunan Tirmizi 330)
Penutup
Mengenai Qunut Subuh:
Ada pun majoriti masyarakat kita di Malaysia bermazhab Syafie,
majoriti melakukan Qunut Subuh namun begitu kalau kita solat di Masjid India
dimana-mana tempat di Malaysia yang semuanya bermazhab Hanafi mereka tidak
melakukan Qunut ketika Solat Subuh berjemaah atau perseorangan. Dan ada juga
disebahagian kecil tempat di Malaysia
dimasjid dan surau tidak melakukan Qunut diwaktu Subuh.
Permasalahan doa Qunut subuh ini sudah dibahaskan oleh
kebanyakan ulama hadith dan feqah kesimpulannya buat pun Sunnah tapi meninggalkannya lebih
dekat kepada sunnah. Tapi
yang menjadi bid’ahnya ialah apabila
menganggap ianya wajib dibaca setiap solat subuh.
Selian itu para ulama hadis juga menyatakan bid’ahnya
Qunut subuh yang dilakukan secara terus menerus dengan hadith : عَنْ أَبِيْ مَالِكٍ
سَعِيْدٍ بْنِ طَارِقٍ اْلاَشْجَعِيِّ قَالَ قُلْتُ ِلأَبِيْ: يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ
صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هاَهُنَا بِالْكُوْفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِيْنَ
فَكَانُوْا يَقْنُتُوْنَ فِي الْفَجْرِ؟ فَقَالَ: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ. رواه الترمدى
رقم: (402) وأحمد (3/472، 6/394) وابن ماجه رقم: (1241) والنسائي (2/204) والطحاوي
(1/146) والطياليسي رقم: (1328) والبيهقي (2/213) والسياق لابن ماجه وقال الترميذي:
حديث حسن صحيح وانظر صحيح سنن النسائي رقم: (1035).
Dari Abi Malik al-Asyja’i, ia berkata kepada ayahnya
(seorang shahabat Nabi): “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau pernah shalat di
belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di bela-kang Abu Bakar,
‘Umar, ‘Utsman dan di belakang ‘Ali di daerah Qufah sini kira-kira selama lima
tahun, apakah qunut Shubuh terus-menerus?” Ia jawab: “Wahai anakku qunut Shubuh
itu bid’ah!!
Hadits shahih riwayat at-Tirmidzi (no. 402), Ahmad
(III/472, VI/394), Ibnu Majah (no. 1241), an-Nasa-i (II/204), ath-Thahawi
(I/146), ath-Thayalisi (no. 1328) dan Baihaqi (II/213), dan ini adalah lafazh
hadits Imam Ibnu Majah, dan Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits hasan shahih.”
Lihat pula kitab Shahih Sunan an-Nasa-i (I/233 no. 1035) dan Irwaa-ul Ghalil
(II/182) keduanya karya Imam al-Albany. [Bisa dilihat juga di kitab Bulughul
Maram no. 289, karya Al-Hafidzh]
NASIHAT
KESIMPULANNYA DALIL HADIS BERKENAAN
DENGAN QUNUT SUBUH INI TELAH DISEPAKATI SECARA MAJORITI BAHAWA IA ADALAH
BERSUMBER DARI SANDARAN HADIS YANG TERALU LEMAH.
Jadi apakah Imam Asy Syafie melakukan
BID'AH? Jawapannya TIDAK kerana mereka telah istihad terhadap hadis tersebut
dan menyakini akan kesohehannya disebabkan tidak ada sumber lain yang dapat
dirujuk pada waktu itu. Namun Imam Mazhab membuat kenyataan secara jujur
dan berprinsip kebenaran bahawa sekiranya "Barangsiapa yang menjumpai
keterangan yang soheh daripadaku, maka tinggalkan pendapatku"
Jadi apakah pula dengan keadaan kita?
Apabila kita telah mengetahui penjelasan yang jelas dan disokong oleh ulamak
hadis secara majoriti akan kedhoifan hadis tersebut, maka menjadi kewajiban
kita untuk TIDAK beramal dengan sandaran yang dhoif atau palsu.
Adapun bagi orang2 yang mengikuti Imam yang melakukan
qunut subuh, maka berlapang dada lah dengan mereka kerana mereka mungkin tidak mengetahui
akan penjelasan yang sebenar tentang dalilnya dan tidak menjadi kesalahan untuk
kita mengikuti Imam yang melakukan Qunut disebabkan kekhilafan di dalam
kefahaman. Yang penting apabila kita solat bersendirian atau berjamah dengan
orang2 yang telah memahami keadaan ini, maka wajib untuk kita meninggalkan
qunut subuh atas kedhoifan yang telah di fahami dan disepakati.
Jangan salah menyalahi satu sama lain dan berusahalah
untuk memberi kefahaman secara ilmiah.
SILATURAHIM MENJADI KEUTAMAAN DARI BERLAKUNYA
PERBALAHAN DISEBABKAN OLEH PERMASALAH KHILAF.
Nasihat saya, siapa2 yang dah tahu akan kedhoifan dalil
ini maka menjadi kewajiban untuk kita meninggalkan Qunut Subuh ini dan yang tak
tahu maka kita usaha untuk memberi penerangan secara ilmiah dan berhemah agar
mereka dapat menerima dari sumber ilmu yang dipercayai. Namun bagi mereka yang
dah tahu tapi tak mahu ikut maka kita senyum sahaja dan tak perlu berbalah.
PRINSIP
AMAL ADALAH AMBIL YANG SOHEH, TINGGALKAN YANG DHOIF SERTA BERLAPANG DADA DENGAN
KHILAF.
Imam Syafie berkata:
Setiap apa yang aku katakan, lalu
ternyata ada hadits yang sahih dari Nabi s.a.w yang berseberaangan dengan
pendapatku tersebut, maka hadits Nabi s.a.w tersebut lebih utama (Untuk
diikuti) kerana itu, janganlah kalian bertaklid kepadaku.
Di sebutkan oleh Ibnu Abi Hatim, hal 93, Abu Nu’aim dan
Ibnu Asakir, 15/9/2 dengan sanad yang sahih.
Berdasarkan kata-kata Imam Syafie ini bagi mereka yang
tidak ber Qunut waktu Subuh mereka juga bermazhab
Syafie.
Nota terakhir:
Pertemuan
Terkini Imam Syafi'ei sendiri tidak mengekalkan doa Qunut subuh, dan meninggalkannya sila rujuk kitab Imam Sya'raany
yang masyhor yang menjadi sahabat dan murid Imam Syafi'ei ada membincangkan hal
Qunut Imam Syafi'ei ini dalam kitabnya yang bernama al Mizaanul Kubra jilid
pertama muka 60 Wallahu hu a’lam
Abu Faiz
Dikemaskini: 10 Jan 2019